MEMBERI
DARI KEKURANGAN.
1
Rajaraja 17: 7-16
T |
idak ada perempuan (istri) yang bercita-cita
menjadi janda. Dalam hidup, janda sering menjadi bahan olok-olokan
atau bahan gosip. Selain mendapat stigma yang buruk. Menjadi seorang janda pun bukanlah
perkara mudah. Beban moral, tanggung jawab, dan segala tetek bengek urusan
rumah tangga akan serta merta jatuh kepadanya. Lalu, apa yang bisa dibanggakan?
Dalam khotbah ini seorang janda mendapat tamu seorang laki-laki seperti
Elia, saat itu tahun-tahun di mana tidak ada embun atau hujan. Si janda itu
dimintai menyediakan makanan baginya selama beberapa waktu, pastilah seisi
kampung atau seisi kota akan heboh memperbincangkannya.
Dalam banyak
teks-teks Perjanjian Lama, janda dan anak yatim dikisahkan sebagai anggota
masyarakat yang lemah dan rentan. Oleh karena itu, Allah sering tampil sebagai
Raja atau Hakim yang berdiri memperjuangkan keadilan bagi mereka (band. Mzm.
86:6). Tuhan memeliharakan kehidupan seorang janda dan anaknya melalui Elia. Menariknya, Elia tidak
sedang dalam keadaan untuk menolong janda itu. Sesungguhnya, Elialah yang
sedang perlu bantuan makanan. Tuhan menolong dengan tak lazim, yang tidak
terselami oleh pikiran kita dan bahkan cenderung melawan logika kita. Tuhan
bisa saja mengirim seorang kaya untuk menolong Elia, tetapi mengapa ia justru
mengirimnya pada seorang janda berkekurangan? Inilah satu cara Tuhan
mengerjakan dua hal sekaligus, yaitu: Tuhan tampil sebagai Raja yang
memperjuangkan kehidupan sang janda (ay.1), dengan memberkati tepung dalam
tempayan, juga minyak dalam buli-bulinya; (ay.2) Tuhan tampil sebagai pelindung
bagi hamba-Nya, Elia. Kita diajak untuk memahami tentang pertolongan dengan
kondisi berbeda dari biasanya. Banyak orang memahami bahwa menolong itu hanya
oleh orang yang memiliki sumber daya dan dana yang cukup atau bahkan lebih.
Namun sesungguhnya, pertolongan bisa datang dari mana saja, dan kapan saja.
Secara normatif dalam kondisi terbatas, bahkan kekurangan, janda itu mencoba
menolak permintaan Elia. Itu manusiawi. Kecenderungan orang pada umumnya
demikian, mengutamakan diri sendiri. Namun janda di Sarfat memberi respons
melakukan permintaan Elia: “Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi,
supaya aku minum. Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti”. Perempuan itu
menjawab: “Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku
sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam
buli-buli, …kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan
setelah kami memakannya, maka kami akan mati” (ay.10-12).
Janda di Sarfat dalam keterbatasannya tetap
menunjukkan kemurahan hatinya, Memberi Dari Kekurangan, ia melakukan apa yang
diperintahkan yaitu memberikan roti kepada abdi Allah itu, sebagai pilihan
berisiko namun mengandung harapan. Itulah kunci untuk mengalami mujizat Tuhan.
Maka perempuan itu dan dia (Elia) serta anak perempuan itu mendapat makan
beberapa waktu lamanya. Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam
buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan
perantaraan Elia” (ay.15-16).
Pelayanan Elia dalam kisah ini adalah menyampaikan firman bahwa Allah
membatalkan kematian janda dan putranya. Anugerah keselamatan yang penuh kasih
karunia ini datang dalam bentuk makanan dan minuman sehari-hari. Seperti Elia,
kita juga dipanggil untuk menyampaikan firman dan janji Tuhan yang menopang
kehidupan semua orang. Amin. -NS-
0 Komentar