MINGGU XXIV DUNG TRINITATIS, 10 NOVEMBER 2024

 

MEMBERI DARI KEKURANGAN.

1 Rajaraja 17: 7-16










 

T

idak ada perempuan (istri) yang bercita-cita menjadi janda. Dalam hidup, janda sering menjadi bahan olok-olokan atau bahan gosip. Selain mendapat stigma yang buruk. Menjadi seorang janda pun bukanlah perkara mudah. Beban moral, tanggung jawab, dan segala tetek bengek urusan rumah tangga akan serta merta jatuh kepadanya. Lalu, apa yang bisa dibanggakan?

 

Dalam khotbah ini seorang janda mendapat tamu seorang laki-laki seperti Elia, saat itu tahun-tahun di mana tidak ada embun atau hujan. Si janda itu dimintai menyediakan makanan baginya selama beberapa waktu, pastilah seisi kampung atau seisi kota akan heboh memperbincangkannya.

Dalam banyak teks-teks Perjanjian Lama, janda dan anak yatim dikisahkan sebagai anggota masyarakat yang lemah dan rentan. Oleh karena itu, Allah sering tampil sebagai Raja atau Hakim yang berdiri memperjuangkan keadilan bagi mereka (band. Mzm. 86:6). Tuhan memeliharakan kehidupan seorang janda dan anaknya melalui Elia. Menariknya, Elia tidak sedang dalam keadaan untuk menolong janda itu. Sesungguhnya, Elialah yang sedang perlu bantuan makanan. Tuhan menolong dengan tak lazim, yang tidak terselami oleh pikiran kita dan bahkan cenderung melawan logika kita. Tuhan bisa saja mengirim seorang kaya untuk menolong Elia, tetapi mengapa ia justru mengirimnya pada seorang janda berkekurangan? Inilah satu cara Tuhan mengerjakan dua hal sekaligus, yaitu: Tuhan tampil sebagai Raja yang memperjuangkan kehidupan sang janda (ay.1), dengan memberkati tepung dalam tempayan, juga minyak dalam buli-bulinya; (ay.2) Tuhan tampil sebagai pelindung bagi hamba-Nya, Elia. Kita diajak untuk memahami tentang pertolongan dengan kondisi berbeda dari biasanya. Banyak orang memahami bahwa menolong itu hanya oleh orang yang memiliki sumber daya dan dana yang cukup atau bahkan lebih. Namun sesungguhnya, pertolongan bisa datang dari mana saja, dan kapan saja. Secara normatif dalam kondisi terbatas, bahkan kekurangan, janda itu mencoba menolak permintaan Elia. Itu manusiawi. Kecenderungan orang pada umumnya demikian, mengutamakan diri sendiri. Namun janda di Sarfat memberi respons melakukan permintaan Elia: “Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum. Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti”. Perempuan itu menjawab: “Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli, …kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati” (ay.10-12).

 

Janda di Sarfat dalam keterbatasannya tetap menunjukkan kemurahan hatinya, Memberi Dari Kekurangan, ia melakukan apa yang diperintahkan yaitu memberikan roti kepada abdi Allah itu, sebagai pilihan berisiko namun mengandung harapan. Itulah kunci untuk mengalami mujizat Tuhan. Maka perempuan itu dan dia (Elia) serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia” (ay.15-16).

 

Pelayanan Elia dalam kisah ini adalah menyampaikan firman bahwa Allah membatalkan kematian janda dan putranya. Anugerah keselamatan yang penuh kasih karunia ini datang dalam bentuk makanan dan minuman sehari-hari. Seperti Elia, kita juga dipanggil untuk menyampaikan firman dan janji Tuhan yang menopang kehidupan semua orang. Amin. -NS-

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement