TUHAN SANGGUP MELAKUKAN SEGALA SESUATU
Ayub 42: 1-6
Yang saya rasakan adalah rasa ketidakadilan yang
mendalam dan menyakitkan. Saya adalah orang baik dan selalu berusaha melakukan
apa yang benar," kenang Rabbi Kushner penulis buku “When Bad Things Happen
to Good People.” "Saya telah menjalankan tugas saya, jadi bagaimana ini
bisa terjadi pada keluarga saya? Jika Tuhan memang ada, jika Dia adil, apalagi
penuh kasih dan pemaaf, bagaimana Dia bisa melakukan ini kepada saya?"
Aaron Zev Kushner anak dari Rabbi Kushner seorang ayah muda, yang masih baru di
jemaatnya menderita penyakit Alzheimer. Awalnya pada tahun 1966 ia mengetahui
bahwa putranya yang berusia 3 tahun tersebut, memiliki kondisi genetik langka
yang dikenal sebagai progeria. Penyakit ini, yang diperkirakan menyerang 1 dari
4 juta anak, menyebabkan penuaan dini dan selalu berakibat fatal. Aaron
meninggal pada tahun 1977, dua hari setelah ulang tahunnya yang ke-14.
Kematiannya dan sifat penyakitnya yang acak dan tampaknya tidak masuk akal
membuat Rabbi Kushner tenggelam dalam kesedihan dan menjungkirbalikkan
unsur-unsur paling mendasar dari keyakinan agamanya.
Pengalaman menjalani penderitaan yang berat dalam
jangka waktu yang panjang telah membentuk pandangan Ayub tentang Allah dan
mengubah sikapnya. Pengenalan akan Allah membuat sikap Ayub berubah total. Ayub
tidak lagi protes terhadap Allah atas semua penderitaan yang dialaminya dan
mengakui bahwa perkataan yang dia ucapkan sebelumnya didasari karena
ketidakmengertiannya. Ayub adalah seorang yang saleh dan jujur. Takut akan
Allah adalah landasan kesalehannya. Ia memiliki integritas moral dan komitmen
sepenuh hati kepada Allah. Ia benar dalam pikiran, perkataan dan tindakannya.
Allah sendiri mengakui kesalehan Ayub. Namun kesalehan itu tidak meluputkannya
dari pencobaan. Bahkan Allah sendiri yang mengizinkan Iblis datang untuk
mencobai Ayub. Allah juga tidak serta-merta membebaskan Ayub dari penderitaan.
Ayub dibiarkan jatuh sampai kepada titik nadir kehidupannya.
Dalam penderitaannya, Ayub masih saja setia kepada
Allah. Ia tetap teguh dalam iman sekalipun harta miliknya habis, semua
anak-anaknya mati, tubuhnya ditimpa barah busuk. Bahkan saat istrinya
menyuruhnya mengutuki Allah, Ayub masih bisa mengatakan: "Apakah kita mau
menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?"
(Ayub. 2:10). Perubahan sikap inilah yang menjadi tujuan Allah dengan
membiarkan Ayub dalam penderitaan yang dilakukan iblis. Setelah tujuan tersebut
tercapai, tibalah waktunya bagi Allah untuk memulihkan keadaan Ayub. Tuhan
sanggup melakukan segala sesuatu.
S |
etelah Ayub mencabut perkataannya yang merupakan
pembelaan diri atas ketidakberdosaannya selama ini. Setelah ia mau merendahkan
diri dalam penyesalan di hadapan Allah, ia pun beroleh pemulihan. Peran Ayub
sebagai imam, status sosialnya, ekonomi, kondisi keluarga, kesehatannya. Semua
Tuhan pulihkan bahkan dua kali dari sebelumnya. Pengalaman Ayub guru bagi kita
agar kita tidak cepat putus asa dan tidak meninggalkan Tuhan bila kita
mengalami masalah. Sesaleh apa pun hidup manusia, di hadapan Allah ia tetap harus
mengakui kedaulatan Allah. Amin. -NS-
0 Komentar