MINGGU XXII DUNG TRINITATIS, 27 OKTOBER 2024

 

TUHAN SANGGUP MELAKUKAN SEGALA SESUATU

Ayub 42: 1-6




 

Yang saya rasakan adalah rasa ketidakadilan yang mendalam dan menyakitkan. Saya adalah orang baik dan selalu berusaha melakukan apa yang benar," kenang Rabbi Kushner penulis buku “When Bad Things Happen to Good People.” "Saya telah menjalankan tugas saya, jadi bagaimana ini bisa terjadi pada keluarga saya? Jika Tuhan memang ada, jika Dia adil, apalagi penuh kasih dan pemaaf, bagaimana Dia bisa melakukan ini kepada saya?" Aaron Zev Kushner anak dari Rabbi Kushner seorang ayah muda, yang masih baru di jemaatnya menderita penyakit Alzheimer. Awalnya pada tahun 1966 ia mengetahui bahwa putranya yang berusia 3 tahun tersebut, memiliki kondisi genetik langka yang dikenal sebagai progeria. Penyakit ini, yang diperkirakan menyerang 1 dari 4 juta anak, menyebabkan penuaan dini dan selalu berakibat fatal. Aaron meninggal pada tahun 1977, dua hari setelah ulang tahunnya yang ke-14. Kematiannya dan sifat penyakitnya yang acak dan tampaknya tidak masuk akal membuat Rabbi Kushner tenggelam dalam kesedihan dan menjungkirbalikkan unsur-unsur paling mendasar dari keyakinan agamanya.

 

Pengalaman menjalani penderitaan yang berat dalam jangka waktu yang panjang telah membentuk pandangan Ayub tentang Allah dan mengubah sikapnya. Pengenalan akan Allah membuat sikap Ayub berubah total. Ayub tidak lagi protes terhadap Allah atas semua penderitaan yang dialaminya dan mengakui bahwa perkataan yang dia ucapkan sebelumnya didasari karena ketidakmengertiannya. Ayub adalah seorang yang saleh dan jujur. Takut akan Allah adalah landasan kesalehannya. Ia memiliki integritas moral dan komitmen sepenuh hati kepada Allah. Ia benar dalam pikiran, perkataan dan tindakannya. Allah sendiri mengakui kesalehan Ayub. Namun kesalehan itu tidak meluputkannya dari pencobaan. Bahkan Allah sendiri yang mengizinkan Iblis datang untuk mencobai Ayub. Allah juga tidak serta-merta membebaskan Ayub dari penderitaan. Ayub dibiarkan jatuh sampai kepada titik nadir kehidupannya.

 

Dalam penderitaannya, Ayub masih saja setia kepada Allah. Ia tetap teguh dalam iman sekalipun harta miliknya habis, semua anak-anaknya mati, tubuhnya ditimpa barah busuk. Bahkan saat istrinya menyuruhnya mengutuki Allah, Ayub masih bisa mengatakan: "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub. 2:10). Perubahan sikap inilah yang menjadi tujuan Allah dengan membiarkan Ayub dalam penderitaan yang dilakukan iblis. Setelah tujuan tersebut tercapai, tibalah waktunya bagi Allah untuk memulihkan keadaan Ayub. Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu.

 

S

etelah Ayub mencabut perkataannya yang merupakan pembelaan diri atas ketidakberdosaannya selama ini. Setelah ia mau merendahkan diri dalam penyesalan di hadapan Allah, ia pun beroleh pemulihan. Peran Ayub sebagai imam, status sosialnya, ekonomi, kondisi keluarga, kesehatannya. Semua Tuhan pulihkan bahkan dua kali dari sebelumnya. Pengalaman Ayub guru bagi kita agar kita tidak cepat putus asa dan tidak meninggalkan Tuhan bila kita mengalami masalah. Sesaleh apa pun hidup manusia, di hadapan Allah ia tetap harus mengakui kedaulatan Allah. Amin. -NS-


Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement