SEJARAH SINGKAT
HKBP CIBITUNG
RESORT PERUMNAS II BEKASI
Semula tidak ada yang dapat membayangkan tempat Ibadah HKBP Cibitung harus berada di pinggir Perumahan Pondok Tanah Mas. Terletak di Kampung Utan RT 02 RW 08 Desa Wanasari Cibitung, berada di daerah perkampungan pada sebidang tanah 520 m2 sebelumnya merupakan kontrakan 6 pintu dengan ukuran 10m x 18m lalu dirombak menjadi 4 pintu mampu memuat 200 kursi plastik. Sebagaimana wujud awalnya tempat ibadah ini tidak nampak seperti bangunan gereja, lebih mirip rumah kontrakan.
Bagaimana perkembangan jemaat ini di masa datang? Ada baiknya kita lihat sejarah perjalanan jemaat HKBP Cibitung. Semoga dengan belajar dari apa yang terjadi pada masa lalu mampu mempersiapkan langkah yang lebih baik di masa depan dan mampu memberikan gambaran atau inspirasi yang bermanfaat bagi jemaat dan parhalado sehingga mampu membina kelestarian yang monumental pada generasi yang akan datang.
Jemaat ini digagas oleh 17 kepala keluarga (KK) pada saat itu orang Batak yang berdomisili di Cibitung sudah lebih dari 100 KK dan berkebaktian di Gereja Kristen Oikumene (GKO), HKBP Duren Jaya Perumnas III, dan sebagian lain di Jakarta. Disepakati oleh kelompok 17 KK ini untuk mengadakan parmingguon dari rumah ke rumah, diadakan di rumah keluarga:
1. Butarbutar
2. Pol. Harianja br. Sibarani
3. M. Butarbutar br. Hutagalung
4. P. Hutauruk br. Bakara
Diuluhon dari utusan Zending HKBP
Kebaktian (Parmingguon) dapat berjalan dengan baik dan kemudian dipilihlah calon Sintua (C. St) 7 orang terdiri dari:
1. M. Simorangkir
2. P. Hutauruk
3. A. Sihotang
4. Ny. M. Butarbutar br. Hutagalung
5. R. Simanjuntak
6. G. W. Siahaan
7. T. Lumbantobing
8. St. L. Sianipar (Sudah ditahbiskan)
Dibentuk kemudian Tim Pencari Tempat yang bertujuan untuk mewujudkan keinginan dan keharusan anggota jemaat untuk dapat berkumpul dalam satu Kebaktian Minggu di sekitar Pondok Tanah Mas. Setelah dua bulan kebaktian berjalan dari rumah ke rumah, Tuhan mengabulkan keinginan jemaat melalui bapak Ngatman, rumahnya diberikan untuk dijadikan tempat memuji Tuhan, diberikan 2 unit ditambah huk. Beralamat di Jl. Flamboyan III D 48 No. 1 dan 2, Pondok Tanah Mas.
Setelah dilakukan beberapa perombakan dan perbaikan pada rumah yang telah disepakati maka kebaktian I di jalan Flamboyan dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1991 bertepatan Hari Kebangkitan Nasional. Setelah kebaktian I ini kabar tentang adanya kebaktian HKBP Cibitung tersiar dengan cepat dan dalam waktu yang relatif singkat jemaat telah mendaftar mencapai 50 KK, belum lagi mengingat letak tempat kebaktian ini di dekat Kawasan industri maka para pemuda/i Batak karyawan perusahaan berdatangan untuk berkebaktian di tempat ini. Atas berkat Tuhan parmingguon yang dilaksanakan di ruang yang sangat sederhana, berjalan terus dengan baik dan setia.
(Pada hari yang ditentukan) Setelah 7 (tujuh) bulan berjalan atau 28 minggu kebaktian, tepat merencanakan Natal di bulan Desember 1991, ruangan ibadah ini dirusak dan dikotori beserta mimbarnya oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab. Setelah kejadian tersebut jemaat sepakat untuk membentuk tim untuk mengurus izin mendirikan gereja. Parhalado pun menyampaikan administrasi jemaat untuk menjadi pagaran Resort Perumnas II Bekasi, walau pada saat itu Resort Perumnas II Bekasi dalam masa persiapan dipimpin oleh Pdt. M. T. Siagian, S. Th.
Kebaktian berjalan seperti biasa dan diawal tahun 1992 seiring dengan bertambahnya jemaat maka pada bulan Maret 1992. St. R. Manullang mendaftarkan diri menjadi jemaat Cibitung, beliau sebelumnya sudah ditahbiskan menjadi Sintua pada tahun 1986 di Hutatonga Resort Sikalang. Gangguan dari sekelompok orang terus terjadi namun tidak menurunkan semangat jemaat dan parhalado dari tekad semula karena keyakinan bahwa berdirinya tempat ibadah ini merupakan kehendak Tuhan. Namun aparat pemerintahan akhirnya memanggil majelis untuk datang ke kantor KODIM Bekasi pada waktu itu dipimpin oleh J. Siahaan yang di akhir pertemuan berpesan perlunya pendekatan pada lingkungan dan atau Ulama.
Pada bulan Agustus 1995 anggota jemaat telah mencapai 80 KK dan Pendeta Resort mengusulkan pendeta diperbantukan akan bertugas di setiap pagaran. Pdt. H. Pakpahan ditugaskan ke Harapan Jaya, Pdt. R. Pardosi ke Taman Wisma Asri dan Calon Pendeta N. Nababan bertugas di HKBP Cibitung.
Pada perkembangannya disepakati untuk merehab dan memperluas bangunan tempat ibadah hingga ke areal huk tentunya setelah mendapat izin dari pemilik yaitu Bpk. Ngatman. Demi melihat perkembangan yang begitu membaik Bpk. Ngatman akhirnya menjual rumah itu ke HKBP Cibitung.
Pada hari Minggu Exaudi, 19 Mei 1996, Cln. Pdt. N. Nababan ditahbiskan di HKBP Bogor dan jemaat ini memberi selamat (ditamuei) di Resort Perumnas II Bekasi. Namun beberapa bulan kemudian gangguan dan ancaman datang lagi dari sekelompok orang yang bertanya sampai kapan HKBP beribadah di tempat itu lalu parhalado serta beberapa masyarakat berunding menyepakati dalam waktu setahun.
Di dalam satu tahun jemaat berserta parhalado bekerja keras untuk mencari tempat yang paling memungkinkan, tetapi Tuhan belum mengizinkan atau menunjukkan jalan kepada jemaat karena satupun tidak ada tempat yang cocok tempat pembangunan ibadah, adapun tanah seluas 220 m2 di Kp. Utan di dekat rel KA juga di dekat areal pemakaman. Sebenarnya tokoh masyarakat mengatakan segera dibangun namun beberapa jemaat tidak sependapat karena satu dan lain hal. Pembangunan pun tidak terlaksana di lahan tersebut.
Satu tahun hampir berlalu, Natal sudah semakin dekat jemaat semakin waswas apakah akan peristiwa perusakan tempat ibadah akan terjadi lagi? Perayaan Natal HKBP Cibitung diadakan di Hotel Perdana, namun kebaktian penutup tahun dilaksanakan di tempat ibadah biasa.
(Pergumulan ke II) Selamat tinggal tahun 1996 selamat datang tahun 1997, pada tanggal 5 Januari 1997 pertama kali kebaktian di tahun yang baru dimana kebaktian dewasa dan Sekolah Minggu digabung, tiba-tiba saja datang sekelompok orang membawa golok, martil, linggis, pentungan, datang untuk mengusir jemaat dengan maksud untuk menutup tempat ibadah tersebut. Di tengah ketakutan yang dalam, anak-anak menangis dan beberapa ibu menjerit berteriak minta tolong “Tolong kami, Tuhan… Tolong kami, Tuhan…” sebagian meninggalkan tempat kebaktian, sebagian lagi tinggal di tempat untuk memantau keadaan.
Sedemikian perihnya penderitaan yang terjadi pada jemaat, namun parhalado dan pendeta tidak patah semangat. Segera diadakan rapat untuk menentukan tempat utuk kebaktian berikutnya. Beberapa keluarga membuka hati dan tempat atau rumahnya untuk dijadikan tempat kebaktian, mereka adalah : C. St. P. Hutauruk br. Bakara, C. St. T. Lumbantobing br. Hutabarat, B. M. Sihombing br. Hutapea dan sebahagian di rumah jemaat lain. Beberapa bulan berjalan kebaktian tersebut, Tuhan memberi kasih-Nya kepada jemaat melalui keluarga M. Marbun br. Siregar yang dengan penuh hati dan suka cita membuka pintu rumahnya menjadi tempat kebaktian yaitu yang beralamat di Jl. Bosih Raya E4 No. 7, Pondok Tanah Mas.
Setelah beberapa minggu kebaktian disepakati oleh parhalado dan pemilik rumah untuk memindahkan kamar yang berada di bawah untuk dipindahkan ke atas tentunya dengan membangunnya lebih dahulu. Ruangan kebaktian menjadi lebih luas, tidak lagi menggunakan tikar sebagaimana sebelumnya karena kursi plastik telah dapat digunakan. Jemaat semakin bertambah karena suasana kebaktian berjalan dengan sangat baik dan khidmat sehingga beberapa jemaat yang sempat pindah, kembali berkebaktian di HKBP Cibitung. Pada periode ini dilakukan pendataan ulang jemaat karena pada waktu yang sama Manurung, Drs. R. Situmorang, C. St. T. M. Napitupulu yang merupakan juga jemaat yang awalnya turut membuka gereja HKBP Cibitung Resort Perumnas II Bekasi.
Pelaksanaan ibadah pada periode ini dibagi 3 lokasi yaitu:
1. Kebaktian Umum di rumah M. Marbun br. Siregar
2. Kebaktian Remaja di rumah Riana br. Silalahi dan H. Harianja br. Simamora
3. Kebaktian Sekolah Minggu di rumah T. Lumbatobing br. Hutabarat
Seiring dengan berjalannya waktu maka dilakukan penahbisan sintua yang dilakukan di gereja HKBP Perumnas II Bekasi. Sintua yang ditahbiskan adalah:
1. St. G. W. Siahaan
2. St. T. Lumbantobing
3. St. P. Hutauruk
4. St. O. Sijabat
5. St. R. Aritonang
6. St. Ny. Butarbutar br. Hutagalung
Jemaat pun bertambah dan menurut data statistik 1999 sudah berjumlah 90 KK dan kemudian dilakukan penambahan calon sintua yakni: C. St. S. L. Sidabutar, C. St. A. Gultom dari Kartika Wanasari dan C. St. B. Sihombing dari Citra Villa. Melihat semakin bertambahnya jemaat dan sesaknya tempat kebaktian akhirnya diputuskan untuk mengadakan 2 kali kebaktian: Pkl. 08.00 WIB berbahasa Indonesia dan Pkl. 10.00 WIB berbahasa Batak.
Selama dua tahun berjalan akhirnya dilakukan pencarian dana untuk merenovasi rumah huria yang sebelumnya merupakan tempat kebaktian terdahulu. Setelah dana terkumpul dan rehabilitasi rumah selesai, maka rumah tersebut akhirnya dipakai menjadi rumah tinggal Pendeta dimana sebelumnya pendeta tinggal di rumah kontrakan yang disediakan oleh huria. Rumah tersebut pun dijadikan kantor sekretariat HKBP Cibitung Resort Perumnas II Bekasi yang beralamat di Jl. Flamboyan III D 48 No. 1, Pondok Tanah Mas.
Kebaktian berjalan dengan baik dan program internal maupun eksternal dapat terlaksana dengan baik walau dirasakan hasilnya kurang memuaskan, maka di bulan Desember 2001 parhalado membentuk rapat parhalado dan memilih fungsionaris jemaat ini untuk melaksanakan dan merumuskan program kerja tahun 2002 akhirnya terpilih St. R. Simanullang menjadi wk gr. Huria dan pada bulan Januari 2002 disahkan oleh Pdt. N. Nababan di hadapan jemaat.
(Pergumulan ke III) Di awal tahun 2002 karena satu dan lain hal keluarga M. Marbun berencana untuk menjadikan tempat tersebut menjadi tempat usaha. Akhirnya setelah melalui rapat antara jemaat dan parhalado (tidak dihadiri oleh pendeta karena sedang cuti) disepakati untuk memakai rumah Ir. J. Manurung, disepakati sebelumnya dilakukan pembangunan dinding tembok yang didanai oleh huria. Minggu, 1 Juni 2003 merupakan kebaktian pertama kali di rumah Ir. J. Manurung yakni di Jl. Bosih Raya 5. Di tempat ini jemaat bertambah hingga mencapai 110 KK, di tempat ini pula calon sintua ditahbiskan pada bulan Juli 2002, yakni St. S. L. Sidabutar dan St. B. Sihombing.
Enam bulan berselang majelis menerima surat dari kepala desa yang berisi pernyataan untuk tidak menjadikan rumah tinggal sebagai tempat kebaktian, jemaat benar-benar menjadi resah karena tidak ada satu pun tempat yang telah diusahakan diberikan izin. Akhirnya disepakati oleh jemaat dan parhalado untuk bertahan, begitu juga pemilik rumah karena ada jaminan dari Huria satu genting pun yang pecah jika terjadi penyerangan akan diganti Huria. Namun, belum lagi seminggu perwakilan keluarga Manurung datang saat sermon dilakukan dengan membawa pesan bahwa pemilik rumah tidak lagi bersedia menjadikan rumahnya menjadi tempat kebaktian. Parhalado sangat menyesalkan kejadian ini, namun setelah melalui rapat keluarga T. Hutabarat br. Simorangkir (Bidan Debora) membuka hati dengan memberikan ruko yang sebelumnya dijadikan garasi menjadi tempat kebaktian. Tempat ini sangat berdekatan dengan rumah keluarga Ir. J. Manurung. Kebaktian di tempat ini sementara waktu dijaga oleh Jasa Sitompul seorang warga non-Kristen yang bersimpati terhadap kelangsungan hidup beragama.
Parhalado dan jemaat kemudian membentuk satu tim pembangunan dengan target pengurusan izin pendirian rumah ibadah (gereja) dikonsentrasikan pada lokasi yang sebelumnya bukan rumah tinggal, tetapi suatu lahan yang dapat dijadikan suatu bangunan gereja kelak. Akhirnya didapat lahan seluas 520 m2 di dalamnya terdapat rumah petak kontrakan 6 pintu yang dibeli dari pemilik O. Nababan dengan harga Rp. 110.000.000,- lahan tersebut telah memiliki sertifikat namun hingga kini belum balik nama. Atas kesepakatan tim pembangunan, parhalado, pendeta dan jemaat diputuskan untuk tidak segera memasuki tempat tersebut sampai keadaannya cukup membaik.
(Pergumulan IV) Di akhir Agustus 2003 tanggal 31, tepat pada pukul 11.00 WIB saat kebaktian sebelum dinaikkan Doa Aku Percaya, tiba-tiba sekelompok orang berjubah hitam dan putih menyerang dan memaksa jemaat untuk segera menghentikan jalannya kebaktian. Sebagian jemaat wanita dan kaum ibu menangis sambil menyelesaikan Doa Aku Percaya yang dipimpin oleh Pdt. N. Nababan. Selesai menaikkan doa, pendeta menyarankan kepada jemaat untuk pulang dan berdoa serta berteguh hati dalam penderitaan, jemaat pun pulang dengan air mata. Pada penyerangan ini disaksikan pula oleh pihak kepolisian, koramil, kepala desa dan warga lain serta beberapa wartawan lokal.
Pdt. N. Nababan segera mengumpulkan parhalado pada hari yang sama, tim pembangunan dan sebagian jemaat di rumah huria untuk menyikapi kejadian ini dan segera melakukan konsolidasi. Akhirnya disepakati di dalam minggu itu akan dilakukan rapat untuk menentukan tempat kebaktian selanjutnya. Pada rapat kemudian yang dilakukan setelah jam kerja, sebelumnya beberapa usulan adalah segera memasuki lahan yang sudah dibeli, namun pada akhirnya disepakati untuk kembali bergerilya berkebaktian kembali dari rumah ke rumah. Pada saat itu beberapa rumah yang bersedia adalah rumah keluarga P. Sihombing br. Harianja di Regency I, A. Gultom di Kartika Wanasari, H. Harianja br. Simamora di Pondok Tanah Mas, P. Nababan br. Silaban di Regency II, B. Sihombing br. Doloksaribu di Citra Villa dan M. T. Siahaan br Manurung di Tridaya. Kebaktian tersebut berjalan selama 7 bulan dilakukan 2 kali kebaktian dalam seminggu pada jam berbeda dan tempat berbeda. Pada kurun waktu ini dipilih dua orang calon sintua yakni Ny. Simamora br. Banjarnahor dari wilayah III dan VI serta Bpk. Panggabean dari Wilayah I dan II.
(Sukacita) Pada kurun waktu 7 bulan tersebut, Tuhan membuka hati 2 orang warga non-Kristiani yang juga termasuk tokoh masyarakat setempat untuk menjadi penghubung dalam usaha mengumpulkan tanda tangan pernyataan tidak berkeberatan dilakukan kebaktian pada lahan yang telah dibeli oleh huria. Sebanyak 83 tanda tangan berhasil dikumpulkan yang merupakan tanda tangan warga non-Kristiani yang tinggal di sekitar lahan yang akan dijadikan lahan bangunan gereja. 83 tanda tangan yang berhasil dikumpulkan melebihi jumlah tanda tangan (50 orang) yang dipersyaratkan dalam pengurusan perizinan pendirian bangunan gereja sebagaimana yang tercantum di dalam SK 3 Menteri.
Akhirnya, setelah mengalami negoisasi yang cukup intensif yang dimotori oleh Bpk. T. Hutabarat dengan dua tokoh masyarakat tersebut dan hasilnya dibawa ke dalam rapat. Pendeta, parhalado, tim pembangunan dan jemaat bersepakat untuk memasuki lahan yang baru tersebut. Tanggal 14 Maret 2004 merupakan tonggak bersejarah pertama kali kebaktian dilakukan bukan di rumah tinggal. Jemaat bersukacita dengan penuh semangat datang untuk memuji nama Tuhan di tempat ini. Sebelum dipakai tempat ini lebih dahulu dibobol dan ditembok sekeliling dnegan batako.
(Perpindahan/perpisahan) Belum lama berkebaktian dengan Pdt. N. Nababan, terdengar kabar bahwa beliau akan ditugaskan ke HKBP Duren Jawa, sebagian jemaat bersedih mengingat pelayanan yang sangat berat yang harus dihadapi pendeta tersebut, karena belum lagi menikmati indahnya bersekutu di lahan gereja yang baru, kemudian harus dipisahkan oleh SK penugasan yang dikeluarkan oleh HKBP Pusat, rupanya ini merupakan kehendak Tuhan, merupakan jawaban doa dari Pdt. N. Nababan bahwa beliau akan pindah jika HKBP Cibitung Resort Perumnas II Bekasi telah dapat berkebaktian di tempat yang lebih layak. Tuhan Yesus memang penuh dengan kuasa. Pada tanggal 25 April 2004 diadakan perpisahan dengan Pendeta N. Nababan, hampir sebagian besar jemaat menitikkan air mata tak mampu menahan haru.
Pada tanggal 30 Mei 2004, huria menerima uluan yang baru yakni Pdt. B. Tampubolon yang datang dari HKBP Berghen Resort Kedaton Sumatera bagian Selatan.
Melihat perkembangan di tengah-tengah jemaat memang diperlukan usaha baru untuk memperluas ruang kebaktian. Namun keuangan sangat minim, karena beberapa program kerja yang kurang berjalan. Dengan pembobolan beberapa dinding diharapkan mampu memuat 250-300 jemaat setiap minggunya. Diharapkan di waktu mendatang dapat dilakukan 3 kali kebaktian dalam satu ibadah Minggu.
Banyaknya penderitaan dihadapi jemaat ini ternyata itu semua merupakan upaya Tuhan untuk menguji iman kepercayaan kita. Ucapan syukur yang tiada henti karena kuasa Yesus Kristus yang menguatkan hati dan pikiran jemaat adalah sangat patut kita naikkan dan menyadari besar karunia-Nya, itulah yang selalu harus berada dalam setiap tingkah laku jemaat HKBP Cibitung Resort Perumnas II Bekasi. Sehingga keindahan persekutuan antar jemaat dan parhalado terlebih dengan Tuhan Yesus selalu menjadi kesan yang terutama dalam kehidupan jemaat. Seperti yang difirmankan Allah pada Raja Salomo: “Mengenai rumah yang sedang kau bangun/kau dirikan ini, jika engkau hidup menurut segala ketetapan-Ku dan melakukan segala peraturan-Ku dan tetap mengikuti segala perintah-Ku dan tidak menyimpang dari padanya, maka Aku akan menepati janji-Ku kepadamu yang telah Kufirmankan kepada Daud ayahmu.”
Apa yang telah diperjuangkan selama 15 tahun ini, membawa manfaat bagi kita semua dan terhadap anak-anak kita semua dan kita wajib menjaga MISI dan VISI ibadah ini dengan baik. Demikian sejarah singkat berdirinya HKBP Cibitung Resort Perumnas II Bekasi, berdasarkan catatan R. Simanullang tentang apa yang terjadi di masa lampau dan tentang apa yang terjadi di masa datang baiklah kita berserah pada-Nya.
Kiranya Tuhan memberkati.
0 Komentar